Minggu, 23 Agustus 2009

Al-Islam dan Problematikanya

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh. Dan janganlah mengikuti langkah-langkah Syetan, sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu”
(Qs al-Baqarah [2] : 208)
Islam adalah Dinullah, sistem hidup dan kehidupan yang bersifat Syumuliyah (lengkap, sempurna). Tidak ada satu asfek kehidupan-pun yang luput dari Kepengaturan islam. Bidang Ubudiyah, Muamalah, Munakahah dan Jinayah atau IPOLEKSOSBUDHANKAM landasan Syari’at-Nya sudah termaktub dalam Dusturul Muslimin (UUD kaum muslimin) yakni al-Qur’an dan as-Sunah.
Allah mengutus Rasulululah Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan Dinullah, sehingga menjadi pedoman utama umat manusia hingga akhir jaman, “Pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu Dinmu…..”(Qs al-Maidah [5] : 3). Pasca turunnya ayat terakhir ini, maka tugas Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul Allah telah berakhir. Tidak ada DIN lagi, Syari’at lagi, UUD lagi yang berhak dan syah untuk mengatur kehidupan manusia selain Dinul Islam, “Sesungguhnya Din yang diridloi disisi Allah adalah al-Islam….(Qs ali Imran [3] : 19. “Dan barangsiapa yang mencari Din selain al-Islam, maka ia tidak akan diterima. Dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (Qs ali Imran [3] : 85).
Kaum lantardlo
Namun kesempurnaan al-Islam, diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir dan penyempurna Din yang juga dibawa para Nabi dan Rasul sebelumnya (Qs 42 :13) dan dimuliakannya kaum muslimin sebagai umat terbaik di akhir jaman tidak disukai oleh manusia-manusia thogou, manusia takabur atau lebih tepatnya musuh-musuh Allah, “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridlo kepadamu hingga kamu mengikuti millah mereka….”(Qs al-Baqarah [2] : 120).
Dengan penuh kesungguhan, terprogram dan sistematis*[1] kaum lantardlo ini menyusun makar (Qs 8 : 30) untuk memadamkan cahaya Allah, mengaburkan makna al-Islam sebagai Dinullah, mendistorsi sejarah. Hingga mengembalikan dunia ini kepada peradaban Jahiliyah setelah diterangi oleh peradaban agung (Al-Islam) selama berabad-abad.
Peradaban Jahiliyah yang mereka bangun sengaja dikemas sedemikian rupa agar nampak sebagai sebuah kemajuan, kemodernan dan kejayaan dunia*[2]. Dengan segala kesanggupan ilmiah dan materialnya, kejahiliyahan modern memang mewujudkan beberapa kenyataan yang bermanfaat bagi manusia, yang secara kualitas maupun kuantitas belum pernah terwujud pada zaman-zaman sebelumnya. Itulah yang mengaburkan pandangan mata manusia, lebih hebat daripada yang pernah terjadi di masa lampau, sehingga manusia menganggap hidupnya berada diatas petunjuk yang benar.
Upaya ini semakin nampak terutama setelah runtuhnya satu-satunya simbol Institusi Islam Dunia tahun 1924, yaitu Kekhilafahan Utsmani di Turki. Kaum lantardlo ini mengirim utusan untuk mengekspansi Negara-negara muslim yang sebelumnya berada dibawah naungan Khilafah dengan misi 3 G : Gold, Gospel, terutama God dan kemudian menjajahnya. Negara-negara dari daratan Eropa dan Amrik berbagi wilayah koloni, diantaranya wilayah kita Nusantara ini dikuasai oleh Portugis, kemudian Belanda selama 350 tahun. Adalah Snouck Hugronye* [3] merupakan tokoh yang berperan besar memudarkan kemurnian al-Islam dan mengaburkan makna Dinulloh ini sehingga terjadi Iltibas/kolaborasi dengan Din Ghoer Islam/al-Batil.
Pada masanya umat Islam dibuat berpecah belah/Devide et impera, hingga melahirkan dua kubu besar umat yang senantiasa bertentangan, yakni kubu Tradisionalis dan Kubu Modernis. Kemudian kaum lan tardlo lebih berfihak kepada kubu Tradisionalis/abangan, hingga pecah Perang Padri antara pasukan pimpinan Tuanku Haji dari Kaum Adat/Tradisionalis yang dibantu Belanda dengan pasukan pimpinan Imam Bonjol dari Kaum Padri/Modernis di Sumatera Barat. Pada perkembangan selanjutnya mereka juga membuat “fatwa” larangan menterjemahkan al-Qur’an, mengharuskan Khutbah Jum’at dengan Bahasa Arab dan melarang dengan memakai Bahasa Daerah atau Nasional, memisahkan Islam dengan urusan Sosial Politik Kemasyarakatan hingga pemahaman umat digiring untuk memaknai Islam sebagai agama ritual belaka secara turun temurun (Qs al-Maidah [5] : 104).
Warisan Kaum lantardlo
Kendati kaum penjajah ini telah kembali ke negerinya, namun mereka telah berhasil mewariskan ideologinya kepada anak bangsa negeri ini. Sesuai dengan kehendak mereka, mereka tidak akan ridlo kepada umat Muhammad sampai umat ini mengikuti millah mereka(Qs 2:120). Dan Ironisnya para perusak Islam yang menggiring umat ini untuk mengikuti millah mereka bukan lagi mereka sendiri, tapi para agennya, anak bangsa ini yang notabene juga beragama Islam. Kalau di Turki ada Kemal Pasya, di Indonesia ada Soekarno, Tan Malaka dan Muso. Sabda Nabi Saw, “Al-Islamu mahjuubun bi muslimin”* [4].
Warisan kaum lantardlo yang hingga kini masih dipakai oleh umat Islam, yang umat sendiri tidak menyadari bahwa ideologi atau sistem yang diwariskan oleh kaum lantardlo ini adalah Kebatilan. Bahkan dengan lantang umat termasuk tokohnya sendiri mengatakan bahwa tindakan mereka sebagai bentuk Ijtihad*[5]. Diantara Sistem ideologi tersebut adalah Sekulerisme, Demokrasi, Nasionalisme, Fluralisme dan HAM.
Sekulerisme
Faham ini adalah faham yang memisahkan antara kehidupan agama dengan kehidupan Sosial politik Kemasyarakatan. Mereka menerima hukum-hukum Allah, namun hanya sebagian saja, itupun yang bersifat Ubudiyah/ritual. Sementara urusan kehidupan lainnya mereka menolaknya. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir)” (Qs an-Nisa [4] : 150).
Demokrasi
Faham Demokrasi adalah faham yang menjadikan suara mayoritas manusia atau rakyat suatu Negara sebagai sumber keputusan akhir, Standar kebenaran. Kendati keputusan yang dihasilkan dari pendapat kebanyakan orang tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah. “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah., Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadapAllah) (Qs Al-An’am [6] : 116). Dalam membuat keputusan, ketika terjadi Dead lock*[6] dalam sebuah “Musyawarah”maka akan terjadi Bargaining position, Koalisi antar Ideologi dan pemenangnya adalah yang memiliki suara terbanyak. Hal ini bertentangan dengan firman Allah, “Jika kamu berbeda pendapat tentang suatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya…”(Qs an-Nisa [4] : 59).
Semestinya seorang muslim tidak duduk bersama “pemerintahan Kafir” di suatu majlis (parlemen), atau masuk ke dalam sistim mereka (QS Ali Imran [3]:118,149, Al-Nisa [4]:140, Al-Baqarah [2]:42,159,174,) dengan alasan apapun (QS Ali Imran [3]:118-119, 149-150) termasuk bermusyawarah (QS Al-An’am [6]:116). Ingat, firman Allah (QS Al-Baqarah [2]:120, 109).
Nasionalisme
Faham ini adalah faham yang mendasarkan ikatan ideologi, ikatan isme dan segala ikatan yang ada dibingkai dalam ikatan Nasiolisme, atau ikatan kebangsaan. Sehingga ikatan apapun tidak boleh keluar dari ikatan kebangsaan, termasuk ikatan Aqidah Islamiyah. Seorang muslim tidak berhak membantu muslim lainnya di luar wilayah Nasionalismenya sepanjang tidak ada ijin dari kepemimpinan Nasional-nya*[7]. Inilah suatu bentuk sikap ashobiyah yang dikecam oleh Nabi Saw, “Bukan termasuk umatku orang yang berjuang atas dasar ashobiyah”. Padahal al-Islam adalah bersifat rahmatan lil alamin, mendasarkan ikatan mutlak dan ikatan yang Haq adalah ikatan Aqidah Imaniyah dan Islamiyah dibelahan bumi manapun keberadaan seorang muslim. Maka fase pergerakan Islam adalah menuju kepemimpinan Internasional : Jama’ah, Madinah, Daulah hingga khilafah fil-ardli (Qs 24 : 55).
Fluralisme
Faham ini adalah faham yang hendak membaurkan/Iltibas antar Haq dan Batil dengan dalih kemajemukan. Isu SARA (Suku, Agama, Ras) sengaja diangkat ke permukaan untuk menghadang perjuangan para Mujahid Islam.. Hingga keyakinan untuk menegakkan Hak dan menghancurkan Batil dianggap suatu tindakan terorisme. Perdamaian, Toleransi dan Kemajemukan yang mereka gemakan adalah misi sefihak. Ketika Umat Islam hendak membela dan memperjuangkan keyakinannya mereka bersuara lantang untuk menghadangnya. Sementara ketika Misi Kristenisasi semakin merajalela mereka diam seribu bahasa. Bahkan ada diantara tokoh yang mengaku tokoh Islam menjadikan Perjanjian Hudaibiyah sebagai penisbatan fluralisme*[8].
Islam mengakui keberagaman, namun bukan berarti keaneka ragaman keyakinan harus dipadukan/dicampuradukkan (Qs al-Kafirun [109) : 6), tapi berdampingan untuk saling menghormati dibawah kendali orang-orang beriman dan bertaqwa (pemerintahan Islam), “Hai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal, Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia diantaramu adalah orang-orang Bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi mengabarkan” (Qs al-Hujurat [49] : 13)
Hak Asasi manusia
Faham ini adalah faham yang hendak menjadikan segala bentuk perbuatan, tindakan dan sikap manusia dibenarkan dengan dalih manusia memiliki Hak Asasi, hak yang mendasar kendati bertentangan dengan nilai-nilai Rububiyah*[9]. Sehingga para pelaku maksiyat; mesum, pornoaksi berlindung dibawah payung HAM dengan dalih tindakannya sebagai Hak berekspresi seni. Apabila membentuk masyarakat, maka segala aturan yang dibuat senantiasa akan berorientasikan kepada kepentingan pribadi atau hak-hak individu (individualisme). Mereka banyak menuntut HAM daripada KAM (Kewajiban Asasi Manusia). Mereka lebih mementingkan kesenangan pribadi sendiri daripada kehidupan sosial. Allah berfirman, “Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya akan binasalah langit dan bumi ini beserta apa-apa yang ada padanya…” (Qs al-Mu’minun [23] : 71).
Padahal Al-HAQ hanyalah milik Allah semata, “Al-Haq itu dari Rabmu, maka janganlah kamu menjadi orang-orang yang ragu”(Qs al-Baqarah [2] : 147). Kewajiban manusia adalah beribadah kepada-Nya, yakni menegakkan HAK-NYA (yaitu tegak Hukum dan KekuasaanNya), “Hai manusia beribadahlah kepada Rabmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu. Agar kamu menjadi orang-orang yang bertaqwa” (Qs al-Baqarah [2] : 21).
Manusia kembali kepada Rabnya
Jahiliyah modern yang telah dibangun oleh kaum lan tardlo dengan segala jenis thagutnya mengira akan dapat menghancurkan, bahkan mengira telah menghancurkan Din Allah. Ia berhak mempunyai perkiraan demikian. Orang yang melihat peta bumi sepintas lalu tentu akan tertegun menyaksikan panji jahiliyah berkibar di setiap tempat pada permukaan bumi. Sebaliknya ia tidak melihat sebuah panji Islam pun yang berkibar. Akan tetapi Din Allah sama sekali tidak tergantung kepada manusia, “….dan Allah tetap menyempurnakan Din-Nya, kendati orang-orang kafir tidak menyukainya.”(Qs Ash-Shaf [61] : 8).
Kesengsaraan berat yang diderita umat manusia yang hidup dibawah kekuasaan Jahiliyah di muka bumi ini; kerusakan akibat kezaliman sistem thogut di bidang politik, ekonomi, sosial, moral dan segala bidang kehidupan lainnya merupakan beberapa faktor yang akan mendorong manusia kembali kepada RabNya. Manusia akan merindukan sistem hidup dan kehidupan yang dilandasi nilai-nilai Ilahiyah.
Namun untuk mewujudkan kerinduan manusia terhadap Rabnya tersebut, tidak akan terwujud oleh umat Islam yang hanya berpangku tangan, seraya memperbanyak dzikir, Sholawat, istighosah belaka di masjid-masjid. “….Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka….”(Qs ar-Rad [13] : 11).
Bila Allah menghendaki, Dia akan membangkitkan kembali DinNya melalui umat lain yang sanggup melaksanakan tugas kewajiban dengan sebenar-benarnya. “Hai manusia, bila Allah menghendaki, Dia berkuasa melenyapkan kalian dan mendatangkan umat manusia (untuk menggantikan kalian). Allah MahaKuasa berbuat hal itu”(Qs An-Nisa [4] : 133).
Umat manusia yang akan sanggup memikul tugas mulia ini adalah orang-orang beriman dan senantiasa beramal saleh ; bergerak, berjuang, berkorban, siap menjual diri dan hartanya di jalan Allah, siap menukar kesenangan duniawinya dengan mengharap kebahagiaan ukhrowi. “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka Din yang telah diridloi-Nya untuk mereka….”(Qs An-Nur [24] :55).****
[1] Ali Bin Abi Tholib : Kebatilan yang terorganisir akan mengalahkan Kebenaran yang tidak terorganisir
[2]Kebanyakan orang memahami Kejahiliyahan identik dengan budaya primitif. Padahal kejahiliyahan yang dimaksud adalah penolakan terhadap hukum yang bersumber dari Allah, kendati secara peradaban duniawi telah maju. Sebagaimana halnya masyarakat Jahiliyah Quraiys yang telah mapan dalam hal pemerintahan, sosial, ekonomi, budaya dan Hankam. Nabi Muhammad saw. diutus untuk mengubah tatanan masyarakat serta mengubah “sistem nilai” masyarakat Arab, Mekkah (QS Al-Kafirun [109]:1-6) yang telah mapan. Masyarakat tersebut menurut tinjauan Islam disebut “masyarakat Jahiliah”, karena tidak menjadikan aturan Allah sebagai aturan dan undang-undang kehidupan.
[3]Snouck Hugronye adalah misionaris yang disusupkan oleh Belanda untuk menghancurkan kekuatan Aceh yang sulit ditaklukkan oleh Belanda, dengan terlebih dahulu merusak ideologi rakyat Aceh, yaitu Islam. Dia berpura-pura masuk islam dengan mengganti nama jadi Abdul Gofar
[4] Sabda Nabi Saw : Al-Islamu mahjuubun bi muslimin, “Islam terhalang oleh (ulah) umat islam sendiri”
[5] Ijtihad : Memutuskan perkara yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an dan al-Hadits oleh para ulama mujtahidin. Apabila benar mendapatkan dua pahala, apabila salah mendapat satu nilai pahala. Mengenai Kepemipinan, pola atau sistemnya sudah ada dalam al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasul saw dalam sunahnya. Sehingga amat naïf jika mengikuti sistem Demokrasi dalam hal memilih pemimpin disebut sebagai berntuk ijtihad
[6] Dead lock, mengalami kebuntuan dalam bermusyawarah. Dalam sejarah Indonesia hal ini yang melahirkan Dekrit Presiden (Soekarno) untuk membubarkan Sidang Konstituante hasil Pemilu 1955 hingga lahir Nasakom. Akibat tidak adanya keputusan dalam menentukan Dasar Negara, dimana perdebatan yang a lot antar pendukung Islam (Masyumi, NU, PSII dan Perti) yang diwakili Muhammad Natsir dan pendukung Pancasila (PNI, PKI, PSI dan Partai Murba) yang diwakili Ruslan Abdul Gani
[7] Kita bisa menyaksikan bagaimana tidak berdayanya saudara-saudara muslim di Palestina ketika digempur oleh tentara lakanatullah Israel. Dan lebih tidak berdaya pula Negara-negara tetangganya yang notabene sesama muslim (Saudi Arabia, Mesir dan Negara Timteng) untuk membantu saudaranya yang teraniaya. Karena tersandung oleh kebijakan Negara Nasionalismenya
[8] Perjanjian Hudabiyah adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua kekuatan /dua pemerintahan, yaitu antara Pemerintahan Musyrikin Mekkah dan Pemerintahan Islam di Madinah. Bandingkan dengan pendapat sebagian “Umat Islam” khususnya di Indonesia, yang berpendapat bahwa “Piagam Jakarta” dan “Pancasila” adalah sama halnya dengan Perjanjian Hudaibiyah pada masa Nabi Muhammad saw. Piagam Jakarta/Pancasila, Perjanjian antara dua kekuatan ( dalam satu negara) atau perjanjian antara para pencundang /pengecut dengan kaum kuffar?
[9]Rububiyah (Qs An-Nas; 1), adalah Allah sebagai Rab, pengatur, pemberi rezeki, pembuat aturan, hukum. Bagi orang yang menerima hukum Allah, namun menerima juga Hukum selain Hukum Allah (Hukum buatan manusia) dikategorikan sebagai sikap Syirik Rububiyah